Jika Anda pergi berlibur kekota budaya Yogyakarta, mungkin keratin akan menjadi salah satu destinasi yang tidak akan terlewatkan. Nah bila Anda memang sering ke keraton Yogyakarta maka tidak ada salahnya Anda juga mengunjungi Taman Sari, sebuah tempat dan bangunan disekitar keraton yang juga tak kalah menariknya. Bangunan yang berjarak 500 meter kearah selatan keratin memang sangat menarik. Selain karena sejarahnya yang panjang, Taman Sari ini juga mempunyai desain arsitektur yang menarik. Lalu seperti apakah bangunan Taman Sari ini sebenarnya? Berikut ulasannya.
Bangunan Taman Sari di Yogyakarta memang memiliki sejarah yang cukup panjang. Bagaimana tidak bangunan yang merupakan situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini sudah ada sejak tahun 1765. Konstruksinya sendiri dimulai dari tahun 1758 ini dibangun pada masa Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan HamengkuBuwono I (HB I). Taman yang dibangun untuk menghormati jasa istri-istri Sultan karena dianggap telah membantu peperangan ini sendiri dikelilingi segaran (danau buatan) dengan wewangian dari bunga-bunga sebagai tempat peristirahatan raja.
Bangunan Taman Sari Yogyakarta ini dirancang oleh arsitek berkebangsaan Portugis yaitu Demang Tegis yang dimandori olehTumenggung Mangundipuro yang dibantu oleh rakyat dan Bupati Madiun yaituTumenggung Prawirosentiko sebagai investornya. Taman yang mendapat sebutan “The Fragrant Garden” ini sendiri awalnya dirancang pada luas area lebih dari 10 hektare dengan berbagai fasilitas. Bangunan ini sendiri memiliki kebun dan juga 57 bangunan lain seperti kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air.
Kompleks di Taman Sari Yogyakarta terbagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama merupakan bagian utama bangunan. Di bagian ini dapat ditemukan danau buatan Segaran, Pulo Kenongo berupa bangunan di tengahnya, Tajug berupa bangunan kecil dan taman yang ada di sekitar danau. Dahulu danau buatan berisi air namun saat ini menjadi pemukiman padat penduduk yang dinamakan Kampung Taman.
Saat melihat kebagian selatan dari Pulo Kenongo akan ditemukan pulau buatan yang disebut sebagai Pulo Panembung dan Pulo Cemethi. Di bagian ini merupakan sebagai tempat bermeditasi Sultan. Di bagian barat Pulo Kenongo dapat ditemukan Sumur Gumuling yang berbentuk lingkaran berlantai dua dan dapat dimasuki melalui terowongan di bawah air. Dahulu bagian ini berfungsi sebagai masjid. Ditengah bangunan terbuka terdapat empat buah tangga naik yang ketika diatas akan bertemu di tengah-tengah. Dari pertemuan keempat tangga disambung dengan tangga yang menuju kelantai dua. Di bawah pertemuan empat tangga terdapat tempat untuk berwudhu.
Pada bagian kedua merupakan gerbang utama sebelah barat yang dinamakan Gedhong Gapura Hageng. Pada gapura ini pengunjung dapat melihat relief yang menggambarkan pembangunan Istana Air Taman Sari. Gedhong Lopak-lopak yang bersegi delapan merupakan halaman dengan menara dua lantai dan sebagai pintu penghubung tempat lain.
Di bagian ini pengunjung dapat melihat kolam pemandian bagi Sultan dan keluarganya yang dinamakan Umbul Pasir aman dengan tembok tinggi disekelilingnya.
Pada bagian utara bangunan terdapat tempat untuk berganti pakaian bagi Sultan dan keluarganya. Pada bagian selatan pengunjung akan menemukan menara yang dahulu digunakan oleh Sultan untuk melihat ketika selir sedang mandi. Di Umbul Pasir aman terdiri dari 3 buah kolam yaitu Umbul Muncar, Umbul Binangun dan Umbul Blumbang Kuras. Di bagian kedua ini terdapat Gedhong Sekawan sebagai tempat istirahat Sultan, Gedhong Gapura Panggung sebagai gerbang masuk bagian timur dan Gedhong Temanten sebagai penjaga keamanan.
Pada bagian ketiga sudah tidak dapat dilihat dan tidak meninggalkan bekas. Di bagian tersebut merupakan kompleks kolam Garjitawati dan kompleks Pesarean Dalem Ledok Sari. Sedangkan bagian keempat yang merupakan jembatan gantung dan dermaga juga sudah tidak tersisa meskipun bekasnya masih dapat dilihat.
Keindahan arsitektur di Taman Sari sudah tidak diragukan lagi. Arsitektur Taman Sari merupakan perpaduan antara gaya Jawa, Hindu, Budha, Eropa, Portugis dan Cina.